SUNANGUNUNGDJATI.COM- Tak ada orang dihukum karena menghina budaya, yang adalah menghina orang (menyebut nama), menghina nabi, agama, kitab suci atau Tuhan. Lain kata, hinaan atau kritik pada budaya itu bukan masalah hukum, tapi persoalan faktual: benar tidaknya. Hukum itu untuk manusia, bukan untuk budaya. Seseorang (manusia) dihina bisa lapor ke polisi karena tak terima merasa dirugikan, kalau budaya? Siapa yang melapor? Budaya itu bukan manusia.
Kalau budaya wayang dihina, ada yang tersinggung dan akan lapor ke polisi atau akan diperkarakan hukum, maka sebagai delik aduan, yang lapor ke polisi atau datang ke Bareskrim itu harus Gatotkaca, Arjuna, atau ngabring Pandawa Lima: Semar, Gareng, Petruk, Dawala dan si Cepot. Karena lucu dan suka nyeleneh, yang lapor ke polisi atas penghinaan budaya wayang, gak akan jauh pasti si Cepot.
Menghina orang pun, sebagai komunitas atau tidak menyebut nama individu, bukanlah masalah hukum dan tak bisa kena hukum, apalagi menghina budaya. Misalnya, budaya Jawa itu munafik, budaya Sunda itu pemalas, budaya sinkretis kejawen itu syirik dan
sesat, budaya Baduy itu kuno, budaya Melayu itu rendah diri, budaya Indonesia itu korupsi, budaya Cina itu mendompleng kekuasaan, budaya kulit putih itu rasialis, budaya Barat itu free-sex, budaya umat Islam itu konflik internal dan lemah persatuan dst, adakah yang tersinggung dan melapor ke polisi?
Hinaan, perendahan (under-estimate, pejorasi), klaim atau judgement, terhadap budaya sudah biasa diucapkan sebagai kritik. Jadi yang tepat bukan hinaan tapi kritik. Bila kritiknya benar, maka reaksi penduduk atau komunitas budaya itu, mengakuinya, malu direndahkan, introspeksi atau merubah diri. Bila kritik atau hinaan itu salah, akan ada bela diri dengan konter pemikiran, sanggahan, koreksi, klarifikasi.
Terjadilah diskusi dan perdebatan untuk lebih memahami budaya secara tepat dan mendalam. Bahkan bisa menjadi studi dan penelitian untuk menguji secara akademik sebuah kritik atas budaya. Tak ada hubungannya dengan hukum dan polisi. Hukum itu menangani orang yang dirugikan, polisi itu memelihara keamanan dan memberantas kejahatan.
Bila aduan ke polisi atas penghinaan budaya diterima dan diproses hukum, maka itu pasti di negari wayang. Bila aduannya ditolak tak diterima, yang melapor harus belajar lagi dan banyak piknik.***
Moeflich Hasbullah, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Alumni The Australian National University Canberra.