SUNANGUNUNGDJATI.COM-Narsis. Ini istilah yang sudah sangat familiar. Para milineal atau mungkin juga generasi “baby boomer” kerap tergoda untuk mempraktekkan ini. Wajah yang sengaja diunggah. Penampilan dan kegiatan yang sengaja dikabarkan di media sosial.
Tuntutan kehadiran diri supaya dikenali atau eksis menjadi semacam gaya hidup. Saya sedang melakukan apa. Saya sedang ada dalam situasi apa. Saya bersama siapa. Inilah narsis.
Narsisme yang menggejala dalam sikap atau penampilan supaya diketahui punya pengertian dan akar yang tidak sederhana. Ada epik sejarah yang menyertainya. Ada drama kosmik yang mengiringinya.
Narsisme. Konon ia dimengerti sebagai perasaan cinta yang berlebihan pada diri sendiri. Lalu kita menyebut orang yang memiliki perasaan seperti ini sebagai narsisis.
Dalam mitos Yunani, dikisahkan ada seorang tokoh bernama Narkissos yang dikutuk mencintai bayangannya sendiri. Suatu ketika, ia tak sanggup berhenti mengagumi bayangan wajahnya yang terpantul pada air kolam. Hingga tanpa sengaja, ia terjatuh ke dalam kolam dan tak pernah muncul ke permukaan lagi.
Dikemudian hari, tumbuhlah sebuah bunga di tempat Narkissos jatuh tenggelam yang disebut sebagai bunga dafodil atau bunga narsis.
Apakah photo saya bersama teman ini merupakan bentuk narsis? Bisa iya, mungkin juga tidak. Ettttapi begini, saya memaksudkan ini sebagai cara untuk mengawetkan peristiwa dan meletakkannya sebagai fakta yang mungkin akan dikenang kelak.
Tapi jika ada sangkaan mungkin juga “tuduhan” bahwa saya bersama teman telah menjadi narsis, apa boleh buat, faktanya wajah saya juga wajah teman-teman saya cukup lumayan dan pantas untuk “menarsiskan” diri.