AHMAD SAHIDIN, penulis buku Tanda-Tanda Kiamat Mendekat.
SUNANGUNUNGDJATI.COM — Saya membaca buku “Terjemahan Puitis Al-Quran”. Bukunya tebal 266 halaman. Isinya menarik dan jarang ditemukan dalam buku yang bertemakan Islam dan kesundaan. Buku karya Jajang ini didasarkan pada riset dan kajian serius sehingga tersaji dalam bentuk narasi yang mudah dibaca. Apalagi ditulis oleh ahlinya. Tentu makin berbobot buku tersebut.
Jajang A. Rohmana adalah seorang intelektual Muslim Sunda dan produktif dalam menulis artikel di jurnal nasional maupun internasional. Awalnya saya melihat buku dipamerkan pada facebook Jajang Arohmana. Saya pesan kemudian diambilnya saat diskusi buku di UIN Bandung. Buku berjudul “Terjemahan Puitis Al-Qur’an: Dangding dan Pupujian Al-Qur’an di Jawa Barat” ini terbit tahun 2019 oleh penerbit Layung Bandung.
Setelah didapatkan bukunya, saya minta coretan tanda tangan sang penulis dan ngobrol sedikit tentang khazanah Islam dalam konteks Sunda. Selanjutnya nyimak diskusi dan saya beli satu lagi bukunya. Saya beli untuk diberikan secara khusus kepada guru saya, yang minat dalam studi Al-Qur’an. Putra guru saya yang mengantarkan buku berkata: “Abi bilang, bukunya bagus. Terima kasih.” Saya bersyukur ternyata bukunya diterima.
Bagi saya buku tersebut luarbiasa. Mengangkat dan menguraikan aspek khazanah Al-Quran di Tatar Sunda, yang secara akademik tidak banyak diapresiasi. Bahkan dibanding dengan karya HB Jasin yang kontroversi “Al-Quran Bacaan Mulia”, lebih dahulu Wiranatakusumah menerjemahkan dengan puisi Sunda. Hanya saja tidak kontroversi meski untuk disoalkan ada hal yang layak dikritisi. Jajang selaku penulisnya mengulas tentang kelemahan dari Wiranatakusumah, Hidayat Suryalaga, Sirodjuddin Abbas, Enas Mabarti, dan Yus Rusyana.
Dalam buku “Terjemahan Puitis Al-Quran” ini penulis membahasnya dalam sepuluh bab. Mulai dari terjemahan Alquran dan puisi Sunda, dangding dan pupujian, terjemahan Alquran di Indonesia kemudian Jawa Barat, para penerjemah Alquran dalam narasi puitis dan karyanya, karakteristik dari setiap karya, upaya kreatifitas dalam menerjemahkan secara puitis, kaidah puisi dan terjemah Alquran, dan simpulan. Yang akhir ini layak dibaca (jika sudah punya bukunya) karena menyajikan ringkasan dari sembilan bab. Bab demi bab bisa dibaca secara acak dan loncat. Saya memilih full bacanya karena tertarik dengan kajian yang langka diangkat dalam ruang akademik. Apalagi ini khas budaya Sunda dan kesusastraan Islam.
Kalau ingin menikmati rangkaian kata dan kalimat yang puitis dari setiap ayat Al-Quran bisa langsung membuka (bab 6) tentang karya terjemahan dalam bentuk dangding dan pupujian, yang menyajikan juz amma. Meski tidak lengkap tetapi cukup bisa direnungkan isinya. Dinikmati setiap kata dan untaian kalimat yang digunakan untuk merepresentasikan dari isi ayat-ayat Alquran. Dan ini bagian kreatifitas intelektual sekaligus unsur sastrawi. Tentu tidak semua orang Sunda yang Muslim bisa melakukannya. Karena itu, jumlahnya pun tidak banyak karya terjemahan Alquran dengan pendekatan puisi Sunda.
Mungkin akan makin mantap dan nikmat kalau membaca terjemah puitis Alquran sambil mendengarkan senandung lagunya. Karena teks puitis Alquran tersebut merupakan senandung yang biasa dibacakan sebelum shalat fardhu pada waktu maghrib dan subuh. Sayangnya penulis buku tidak menyajikan link youtube atau soundcloud (internet) yang menyajikan senandung terjemah puitis Alquran. Siapa tahu nanti bisa viral kemudian masjid di Tatar Sunda ramai kembali dengan senandung dangding dan pupujian.
Hatur nuhun parantos maos ieu seratan. Simkuring maos buku karya Doktor Jajang ieu kirang langkung kana tilu minggon. Bulak balik satiap halaman anu tos dibaca diaos deui. Eta dilakukeun sabab hoyong dugi ka terang eusing buku. Alhamdulillah beres maosna. Mugi aya barokahna ka simkuring. Aamiin Ya Robbal ‘alamiin.