M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang.
SUNANGUNUNGDJATI.COM — Pada 8 – 11 Juli 2024, Syekhul Azhar Asy-Syarif atau Grand Syekh Universitas Al-Azhar Cairo Mesir, Al-Ma’ali Al-Imam Al-Akbar Al-Ustad Prof. Dr. Ahmed Al-Tayeb akan melakukan kunjungan resmi di Indonesia. Ahmed Al-Tayeb adalah Grand Syekh Al-Azhar ke-48 dalam sejarah universitas terkemuka di dunia yang telah berusia lebih dari 1.000 tahun itu. Kunjungan Ahmed Al-Tayeb kali ini merupakan yang ke-3 setelah kunjungan tahun 2016 dan 2018.
Universitas Al-Azhar merupakan lembaga pendidikan besar yang dipimpin oleh seorang Syekhul Azhar. Dalam ketatanegaraan Egypt (Mesir), Syekhul Azhar memiliki kedudukan protokoler yang tinggi.
Republik Indonesia dan Republik Arab Mesir memiliki jejak persahabatan dalam bingkai heroik perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia di luar negeri. Dalam buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri: Perjuangan Pemuda/Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah (M. Zein Hassan, Lc, Lt, 1980) diungkapkan, pengakuan Kerajaan Mesir atas kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia adalah pengakuan de facto dan de jure.
Menurut M. Zein Hassan, ketika itu Mesir dalam menyokong Republik Indonesia tidak mencukupkan dengan pengakuan de facto dan de jure saja, tetapi melangkah lebih jauh dengan mengadakan Perjanjian Persahabatan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Mesir pada 10 Juni 1947. Perjanjian persahabatan mencakup hubungan diplomatik dan perdagangan ditanda-tangani di Cairo oleh Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Mesir Mahmud Fahmi Nokrasyi Pasha dan Menteri Luar Negeri Indonesia Haji Agus Salim. Pengakuan Mesir terhadap kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 merupakan yang pertama dari dunia internasional.
Dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, kedekatan muslim Indonesia dengan Universitas Al-Azhar telah berlangsung sejak lama. Mulai abad ke-19, Mesir menjadi salah satu negara tujuan utama pemuda Indonesia yang ingin menambah ilmu pengetahuan Islam, di samping Arab Saudi.
Sangat tepat Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sewaktu menerima kunjungan Wakil Grand Syekh Al-Azhar Mohamed Ad-Duweiny pada Juni 2024 menyatakan Universitas Al-Azhar memiliki jasa yang sangat istimewa bagi Indonesia, tokoh-tokoh besar banyak lahir dari Al-Azhar.
Sebuah lembaga survei pendidikan tinggi QS World University Ranking 2023 merilis daftar universitas terbaik di dunia. Penilaian melibatkan 1.500 universitas dari berbagai negara. Universitas Islam yang dinobatkan sebagai universitas tertua di dunia ialah Al-Azhar University Egypt dan University of Al-Qarawiyyin Maroko yang didirikan tahun 859 Masehi.
Universitas Al-Azhar berdiri tahun 972 Masehi atau 7 Ramadan 361 Hijriyah itu, lebih tua daripada The University of Oxford UK dan Harvard University Amerika Serikat. Universitas legendaris, di mana sejarahnya bermula dari Masjid Al-Azhar Cairo itu, puluhan abad menjadi “kiblat ilmu” yang manfaatnya dirasakan umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Dalam sejarah persahabatan ulama Indonesia dengan Universitas Al-Azhar, tahun 1926 Al-Azhar menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa kepada dua orang ulama pendidik yaitu Syekh Haji Abdul Karim Amrullah (ayah Prof. Dr. Hamka) dan Haji Abdullah Ahmad. Dr. H. Abdul Karim Amrullah (Pendiri Thawalib School Padang Panjang) dan Dr. H. Abdullah Ahmad (Pendiri Perguruan Adabiah Padang) dapat dicatat sebagai ulama Indonesia pertama yang mendapat gelar doktor kehormatan dari Universitas Al-Azhar Cairo.
Salah seorang tokoh pembaharuan pendidikan Islam, penulis Tafsir Al-Quran pertama dalam bahasa Indonesia dan perintis IAIN Prof. Dr. H. Mahmud Yunus memperoleh ijazah Syahadah Alimiyah dari Universitas Al-Azhar Cairo dan menamatkan diploma guru (ijazah tadris) dari Universitas Darul Ulum Cairo tahun 1930.
Pada dekade 1950-an Universitas Al-Azhar menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa kepada dua orang tokoh ulama Indonesia yaitu K.H. Idham Chalid (1957) dan Buya Hamka (1959). K.H. Idham Chalid adalah mantan Wakil Perdana Menteri dan Ketua Umum PBNU dan Buya Hamka adalah Pemuka Muhammadiyah dan Ketua Umum Pertama Majelis Ulama Indonesia.
Pidato ilmiah Dr. Hamka sewaktu akan menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar di Mesir berjudul “Pengaruh Ajaran dan Pikiran Al-Ustadz Al-Imam Syekh Muhammad ‘Abduh di Indonesia”. Dalam kata pendahuluannya, Kepala Jawatan Kebudayaan Muktamar lslami di Mesir Al-Ustadz Muhammad Haibah waktu itu menerangkan betapa kuat dan kokohnya hubungan kebudayaan di antara negara-negara Islam, terutama antara Mesir dan Indonesia sejak dahulu sampai sekarang, dan ia merasa gembira dapat memperkenalkan AI-Ustadz Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), seorang di antara pemimpin dan pembimbing cita-cita Islam di Indonesia.
Grand Syekh Al-Azhar Prof. Dr. Syekh Mahmud Syaltout dalam agenda lawatannya ke Indonesia tahun 1961 mengunjungi Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta yang baru selesai dibangun. Kunjungan Syekh Mahmud Syaltout disambut hangat Buya Hamka selaku Imam Besar dan para jamaah Masjid Agung. Syekh Mahmud Syaltout menghadiahkan nama “Al-Azhar” untuk Masjid Agung Kebayoran Baru.
“Mulai hari ini, saya sebagai Syekh dari Jami’ Al-Azhar, memberikan bagi masjid ini nama Al-Azhar, moga-moga dia menjadi Al-Azhar di Jakarta, sebagaimana adanya Al-Azhar di Cairo.” ucap Mahmud Syaltout dalam sambutannya. Al-Azhar artinya bersinar, memancarkan cahaya terang. Sejak saat itu resmi nama “Masjid Agung Al-Azhar” sebagai pusat syiar Islam dan salah satu pangkalan dakwah di daerah elit ibukota Jakarta. Sejak tahun 2000 di kompleks Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru berdiri Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) di bawah naungan Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar.
Buku-buku karya Prof. Dr. Syekh Mahmud Syaltout di era 70 – 80-an cukup dikenal di Indonesia, seperti Fatwa-Fatwa, Tuntunan Islam, dan Islam Sebagai Aqidah dan Syariah. Beberapa karya Mahmud Syaltut diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Prof. Bustami Abdul Gani dan Prof. Zaini Dahlan, keduanya merupakan alumni Al-Azhar. Syekh Mahmud Syaltut dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah Yogyakarta (sekarang UIN Sunan Kalijaga) dengan promotor Prof. Mukhtar Yahya.
Salah seorang ulama Indonesia yang menyusun Tafsir Al-Quran (Tafsir Rahmat) H. Oemar Bakry pada 22 November 1983 mendapat kesempatan menyampaikan ceramah (muhadharah) di auditorium Muhammad Abduh Universitas Al-Azhar Cairo dengan topik Tafsir Rahmat dan Perkembangan Tafsir di Indonesia. Dalam autobiografi H. Oemar Bakry Dari Thawalib Ke Dunia Modern diceritakan, ceramah dihadiri lebih kurang 1.500 undangan, mendapat sambutan dan tanggapan baik sekali dari Rektor Universitas Al-Azhar Doktor Muhammad Sa’di Farhuut dan Grand Syekh Al-Azhar Jad al-Haq ‘Ala Jad al-Haq.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama sejak dekade 60-an memprogramkan pengiriman mahasiswa untuk belajar di luar negeri, antara lain di Universitas Al-Azhar Cairo. Pelajar/mahasiswa Indonesia yang dikirim ke Mesir dalam periode itu di antaranya; Zakiah Daradjat (guru besar psikologi Islam/ilmu jiwa agama), Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Ustazah Suryani Thahir.
Menurut data yang dikonfirmasi kepada Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo Dr. Abdul Muta’ali, MA, saat ini terdapat 15 ribu mahasiswa Indonesia sedang menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar. Data tersebut menggambarkan betapa kontribusi Universitas Al-Azhar melalui program beasiswa dan manfaat wakaf pendidikan terhadap kemajuan pendidikan dan wawasan Islam di Indonesia. Keberhasilan Universitas Al-Azhar mencetak ulama tidak diragukan lagi, meski tidak semua alumni Al-Azhar menjadi ulama besar.
Para sarjana lulusan Universitas Al-Azhar mengisi tempat pengabdian di berbagai lini di tanah air. Sebagian besar berkiprah di lapangan pendidikan, menjadi mubaligh, aktif dalam lembaga sosial kemasyarakatan, bahkan tidak sedikit di antaranya yang terjun ke dunia birokrasi, politik dan lainnya. Para alumni Universitas Al-Azhar memiliki wadah perhimpunan yang mereka bentuk yaitu Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) yang memiliki cabang di berbagai negara. Untuk OIAA cabang Indonesia, diketuai oleh Tuan Guru Bajang Dr. M. Zainul Majdi.
Dalam catatan sederhana ini, mungkin belum lengkap, setelah periode Prof. Dr. Syekh Mahmud Syaltout, Syekhul Azhar yang berkunjung ke Indonesia ialah Syekh Abdul Halim Mahmud (1976). Syekh Abdul Halim Mahmud bahkan melakukan kunjungan ke rumah Prof. Dr. Hamka, Jalan Raden Patah III/1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dekat Masjid Agung Al-Azhar. Syekhul Azhar berikutnya yang datang ke Indonesia ialah Syekh Jad Al-Haq ‘Ala Jad Al-Haq (1995), Syekh Muhammad Sayyid Al-Tantawi (2006), dan Syekh Ahmed Al-Tayeb (2016, 2018, dan 2024).
Kunjungan Grand Syekh Al-Azhar Ahmed Al-Tayeb ke Indonesia pertengahan 2024 ini membawa agenda aktual dialog antarumat beragama untuk menyuarakan nilai toleransi (tasamuh) dalam Islam. Seperti diketahui interfaith dialogue masih terkait dengan isu “Piagam Persaudaraan Kemanusiaan Untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama” yang ditandatangani di Abu Dhabi oleh Grand Syekh Ahmed Al-Tayeb dan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus. Penandatanganan piagam tersebut berlangsung dalam Konperensi Global Persaudaraan Manusia di Abu Dhabi Uni Emirat Arab, tanggal 4 Februari 2019.
Untuk mengingatkan kembali, berikut 12 poin dalam dokumen “Piagam Persaudaraan Kemanusiaan” atau Document of Human Fraternity for World Peace and Living Together yang ditandai-tangani Ahmed Al-Tayeb dan Paus Fransiskus sebagai berikut:
(1) Keyakinan bahwa ajaran asli agama-agama mendorong manusia untuk hidup bersama dengan damai, menghargai kemanusiaan, dan menghidupkan kembali kebijaksanaan, keadilan, dan cinta kasih;
(2) Kebebasan adalah hak setiap orang. Pluralisme dan keberagaman agama adalah kehendak dan karunia Allah;
(3) Keadilan yang berlandaskan kasih adalah jalan untuk hidup yang bermartabat;
(4) Budaya toleransi, penerimaan terhadap kelompok lain, dan kehidupan bersama dengan damai akan membantu mengatasi pelbagai masalah ekonomi, sosial, politik dan lingkungan;
(5) Dialog antar agama berarti bersama-sama mencari keutamaan moral tertinggi dan menghindari perdebatan tiada arti;
(6) Perlindungan terhadap tempat ibadah adalah tugas yang diemban oleh agama, nilai kemanusiaan, hukum, dan perjanjian internasional. Setiap serangan terhadap tempat ibadah adalah pelanggaran terhadap ajaran agama dan hukum internasional;
(7) Terorisme adalah tindakan tercela dan mengancam kemanusiaan. Terorisme bukan diakibatkan oleh agama, melainkan kesalahan interpretasi terhadap ajaran agama dan kebijakan yang mengakibatkan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasan. Stop dukungan pada terorisme secara finansial, penjualan senjata, dan justifikasi. Terorisme adalah tindakan terkutuk;
(8) Kewarganegaraan adalah wujud kesamaan hak dan kewajiban. Penggunaan kata “minoritas” harus ditolak karena bersifat diskriminatif, menimbulkan rasa terisolasi dan inferior bagi kelompok tertentu;
(9) Hubungan baik antara negara-negara Barat dan Timur harus dipertahankan. Dunia Barat dapat menemukan obat atas kekeringan spiritual akibat materialisme dari dunia Timur. Sebaliknya, dunia Timur dapat menemukan bantuan untuk bebas dari kelemahan, konflik, kemunduran pengetahuan, teknik, dan kebudayaan dari dunia Barat;
(10) Hak kaum wanita untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan berpolitik harus diakui. Segala bentuk eksploitasi seksual dengan alasan apapun harus dihentikan;
(11) Hak-hak mendasar bagi anak-anak untuk tumbuh dalam lingkungan keluarga yang baik, mendapat gizi yang memadai, pendidikan, dan dukungan adalah kewajiban bagi keluarga dan masyarakat. Semua bentuk pelecehan pada martabat dan hak anak-anak harus dilawan dan dihentikan;, dan
(12) Perlindungan terhadap hak orang lanjut usia, mereka yang lemah, penyandang disabilitas, dan mereka yang tertindas adalah kewajiban agama dan sosial, maka harus dijamin dan dibela.
Dalam kunjungan perdana Grand Syekh Al-Azhar Ahmed Al-Tayeb tahun 2016, beliau menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Selain itu menghadiri pembukaan perayaan 90 Tahun Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.
Pada kunjungan kedua, Mei 2018, beliau menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim Internasional membicarakan isu moderasi beragama dalam Islam di Bogor. Di dalam forum tersebut Syekh Ahmed Al-Tayeb mengatakan, wasathiyah Al-Azhar Al-Syarif berdasarkan pada wasathiyah Islam yang mengimbau masyarakat akan bahaya pemikiran sempit yang menyeleweng dan mengatasnamakan agama dalam tindakannya yang bertentangan. Dalam rangkaian agenda kunjungan tahun 2018, Grand Syekh Al-Azhar melakukan pertemuan dengan pimpinan dua ormas Islam dalam hal ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Selamat datang kembali Syekhul Azhar/Grand Syekh Al-Azhar di Indonesia. Ahlan Wa Sahlan Wa Marhaban Bikum.