SUNANGUNUNGDJATI.COM-Kalau mau mencermati secara saksama, tidak ada peumpamaan suara azan dengan suara gongongan anjing dalam pernyataan Menteri Agama, yang viral belakangan ini. Yang disamakan Menteri Agama adalah potensi gangguan kebisingan apabila tidak ada upaya pengaturan.
Kementerian Agama sama sekali tidak mengatur azan, melainkan mengatur kebisingan penggunaan pelantang suara, yang salah satunya bisa terjadi pada saat azan. Kementerian Agama tidak mengatur teriakan muazin harus seberapa pelan di saat azan, tapi yang diatur adalah volume speaker yang dijadikan pelantang suaranya.
Apakah ketika di luar azan penggunaan pelantang suara tidak perlu diatur? Sama perlu diatur, ketika menimbulkan kebisingan yang tidak wajar, suara binatang yang menimbulkan kebisingan bagi sebuah lingkungan pun perlu diatur. Apakah diatur jarak tempat penyimpanannya atau hal lain yang dapat dikontrol oleh aturan. Kebetulan saja kebisingan pelantang suara (speaker) saat azan berhubungan dengan kegiatan keagamaan, yang merupakan ranah Kementerian Agama.
Wajar dan sesuai tupoksinya, apabila Menteri Agama menata permasalahan yang bersentuhan dengan wilayah kerjanya. Kemudian untuk mempermudah pemahaman aturan yang dibuatnya Menteri Agama membuat perumpamaan, tidak melakukan penyamaan.
Seharusnya permasalahan ini tidak melebar ke mana-mana, apabila kita mencoba arif dan objektif dalam mendudukan hal yang sebenarnya.
H. Mahmud, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung