SUNANGUNUNGDJATI.COM — Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Kementerian Agama telah menyelesaikan penyusunan panduan praktis membaca Al-Qur’an Braille. Panduan ini disebut Iqro’ bil-kitabah al-Arabiyah an-Nafirah, disingkat Iqro’na. Kata Iqro’ dalam panduan ini ditulis dalam huruf Arab Braille.
“Ini adalah panduan praktis membaca Al-Qur’an Braille yang didedikasikan untuk Penyandang Disabilitas Sensorik Netra Muslim Indonesia,” terang Kepala LPMQ Abdul Aziz Sidqi di Jakarta, Senin (8/1/2024).
Iqro’na, kata Aziz, lahir sebagai tindak lanjut dari aspirasi berbagai komunitas tunanetra yang menghendaki adanya panduan belajar Al-Qur’an Braille sebagaimana yang dipakai kalangan orang awas, seperti Qiro’ati, Iqro’, dan lain sebagainya.
Pedoman Membaca dan Menulis Al-Qur’an Braille yang telah ada belum memadai untuk belajar membaca Al-Qur’an bagi para pemula. Pasalnya, penyusunan pedoman tersebut lebih mengacu pada aspek kaidah penulisan, sehingga belum efektif jika digunakan untuk belajar membaca Al-Qur’an Braille bagi pemula.
“Itulah yang menyebabkan sejumlah lembaga dan komunitas tunanetra menyusun buku panduan membaca dengan metode dan pendekatan yang beragama. Keragaman itu pula membuat buku-buku panduan tersebut memiliki keterbatasan dan tidak bisa digunakan secara luas oleh tunanetra muslim di Indonesia,” sebut Aziz.
Dalam menyusunan panduan, lanjut Aziz, LPMQ melibatkan para ahli dan praktisi dari berbagai lembaga dan komunitas tunanetra muslim di Indonesia. Mereka antara lain Ikatan tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), Yaketunis Yogyakarta, Yayasan Penyantun Wyata Guna Bandung, Roudlatul Makfufin Tangerang Selatan, Sahabat Mata Semarang, Ummi Maktum Voice Bandung, dan Yayasan Media Adaptive Lampung. Panduan Iqra’na juga telah melalui proses uji terap di sejumlah komunitas Tunanetra di berbagai daerah, antara lain: Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.
Sebagai Panduan Membaca Al-Qur’an Braille, Iqro’na disusun dengan mempertimbangkan kemudahan dalam mempelajari bacaan Al-Qur’an. Sistematikanya disusun sedemikian rupa dengan mengacu pada prinsip pentahapan (graduasi), dimulai dari yang mudah hingga yang sulit, dari yang sederhana hingga yang rumit.
“Secara substansi, Iqro’na dibuat dengan materi kaidah baca Al-Qur’an yang cukup lengkap/komplit, mulai pengenalan huruf hingga bacaan _garib_,” jelas Aziz.
“Penyajiannya dibuat praktis, yang lebih banyak menekankan latihan/praktik dibanding teori. Namun demikian, Iqro’na harus diajarkan di bawah bimbingan guru yang sudah terampil,” sambungnya.
Aziz berharap, kehadiran Iqro’na dapat membantu gerakan untuk mengentaskan para tunanetra muslim Indonesia dari buta huruf Al-Qur’an Braille sebagaimana yang dicanangkan Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), sebagai satu-satunya organisasi yang menaungi seluruh tunanetra muslim di Indonesia.