SUNANGUNUNGDJATI.COM – Ini salah satu aforisme paling sulit dari Ibn Athaillah. Para komentator memaknai aforisme ini sebagai sikap kita saat berada-dalam-derita. Walaupun secara harfiah, tidaklah seperti itu. So, kita lihat saja keduanya. Kali aja kamu dan saya dapat pemahaman baru. Kalau tidak paham, gpp… saya juga bingung kok.
Jika Dia (Tuhan) membuka diri untuk engkau kenal, maka bergirang-giranglah jangan risau karena amal dan pekerjaanmu masih sedikit. Ini kira-kira arti dari baris idza fataha…dst.
إِذَا فَتَحَ لَكَ وِجْهَةً مِنَ التَّعَرُّفِ فَلَا تُبَالِ مَعَهَا إِنْ قَلَّ عَمَلُكَ
“Jika Dia membuka diri (melalui penderitaan yang menimpamu) untuk engkau kenal, maka bergirang-giranglah, tidak usah risau hanya karena amal dan pekerjaanmu yang berkurang (karena penderitaan itu).”
فَإِنَّهُ مَا فَتَحَهَا لَكَ إِلَّا وَ هُوَ يُرِيْدُ أَنْ يَتَعَرَّفَ إِلَيْكَ
“Sebab, Dia tidak membuka diri seperti itu kecuali agar engkau bisa mengenal-Nya lebih dekat.”
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ التَّعَرُّفَ هُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْكَ وَ الْأَعْمَالُ أَنْتَ مُهْدِيهَا إِلَيْهِ
“Tidakkah kau menyadari bahwa perkenalan tersebut adalah sesuatu yang Dia anugerahkan pada dirimu. Sementara amal-amalmu adalah sesuatu yang kau persembahkan untuk-Nya?
وَ أَيْنَ مَا تُهْدِيْهِ إِلَيْهِ مِمَّا هُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْكَ
“Tentu, persembahanmu takkan sebanding dengan anugerah-Nya”.
Setelah kamu menyadari pentingnya bashirah dalam hikam#7, mestinya sih mulai tumbuh keinginan untuk tak pernah menuduh Tuhan ingkar janji. Kamu selalu memberikan prasangka terbaik pada Tuhan, bahkan saat kamu mengalami kemalangan. Lebih dari itu, kamu mencoba memelihara rasa senang pada segala kondisi. Kamu tak takut apapun, karena takada keraguan akan kesertaan Tuhan dalam hidup. Bahkan kamu bisa berbisik dengan penuh percaya diri, “Tuhanku, bagaimana aku akan hina sedangkan engkaulah yang menolong aku?”
Doa ini istimewa menurutku. Jika kamu yakin Tuhan pasti Mahapenolong (sedang, bahkan sudah dan terus-menerus memberikan pertolongan), tak ada rasa takut akan kehinaan masa depan. Semua orang bisa saja menghinakan kamu dan saya, gak soal, g usah juga panik. Masih ada Tuhan yang Mahapenolong, yg gak mungkin tinggal diam.[Ciee…cieee…]
Lalu karena keyakinanmu ini, tiba-tiba kamu merasa dekat dengan Tuhan. Gejalanya bermacam-macam. Misalnya, tiba-tiba rasa haru menelusup secara tak terduga, tiba-tiba air mata tipis bertumbuhan di seputar bola mata.. Bersamaan sergapan rasa haru itu kamu merasakan ada kelegaan yang tak biasa pada pikiran dan perasaanmu: plong. Bisa jadi gejalanya hanya merasa semakin ringan saja, dunia terasa cerah walaupun awan menggantung di segala sudut. Bisa juga seperti bertemu fenomena “a-ha” yang dialami Archimides, Newton,…. Atau gejala lainnya….
Semua pengalaman itu bisa muncul kapanpun tanpa terkait dengan amalmu. Pengalaman kayak gitu tuuh, hadiah dari Tuhan untuk kamu. Dia pengen dikenal, karena itu Dia menghampiri kamu. Alasan Dia mengenalkan DiriNya bukan karena amalmu (banyak atau sedikit, bagus atau tidak bagus), tapi karena Dia ingin mengenalkan Diri padaMu. Itulah anugerah Dia padamu.
Sebenarnya sih semua gejala “pertemuan” adalah anugerah dariNya, bukan hasil usaha si Pencari Tuhan. Karena itu, g usah bersusah hati saat menyadari amalan ibadahmu pas-pasan. Kalau Dia mau mampir dalam kesadaranmu, Dia akan mampir, menyingkapkan diriNya, dan menyapa dengan kata yang hanya bisa kau kenang aromanya. Maka bergiranglah, karena semua orang dapat peluang yang sama dalam menerima kunjunganNya.
Sekarang kita lihat makna kedua.
“Jika Dia membuka diri (melalui penderitaan yang menimpamu) untuk engkau kenal, maka bergirang-giranglah, tidak usah risau hanya karena amal dan pekerjaanmu yang berkurang (karena penderitaan itu).”
Penderitaan dalam hidup adalah cara Tuhan ingin memperkenalkan diriNya kepada kamu dan saya. Penderitaan adalah sarana Tuhan agar kamu lebih dekat denganNya. Sakit, kemiskinan, penderitaan, kecewa adalah cara Tuhan menyingkapkan Diri-Nya agar kamu kenali lebih intens lagi.
Mungkin logikanya seperti ini. Hidup yang teramat nyaman membuatmu lupa pada janji surga. Maka dibuatlah dunia ini jadi tak abadi. Selalu ada rasa bosan pada kenikmatan duniawi. Seperti hotel yang begitu nyaman membuatmu lupa rumah, untung saja kamu tersadar bahwa tagihannya begitu besar sehingga mendadak kamu jadi gak kerasan dalam kemewahan itu. Rasa bosan atau kehilangan adalah kode dari Tuhan, “Hoii Akulah yang Abadi”.
Keindahan yang memudar menyisakan rasa kangen pada Keindahan yang tak lekang, pada Keindahan yang belum pernah ditemukan: namun diyakini ada. Sakit yang tiba-tiba mengganggu kebugaranmu adalah uluran tangan Tuhan agar kamu berkenalan denganNya. Bukankah hanya pada saat sakit kau jadi sering menyebut namaNya? Bukankah hanya pada saat sakit kau ingin Dia hadir sebagai penyembuh yang ajaib?
Jadi penderitaan adalah uluran tangan dari Tuhan untukmu. Sambutlah uluran tangan itu dengan girang. Jangan cemaskan amalmu yang jadi berkurang pada saat ada dalam derita itu, rayakanlah perjumpaanmu denganNya.
Andai saja setahun dalam pandemic ini ada banyak kita yang bisa jadikan aforisme ini untuk memaknai segala derita, tentu tak ada cerca, tak ada duka. Hanya girang semata: girang semesta.
(Hehehe…. Maap yaa, aforisme ini sungguh g bisa didekati secara iseng).
Bambang Q-Anees, Penulis Buku dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.