Mudik ke Cianjur

- Editorial Team

Selasa, 9 April 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

AHMAD SAHIDIN, penulis buku Tanda-Tanda Kiamat Mendekat. 

SUNANGUNUNGDJATI.COM — Sehari sebelum lebaran. Saya dan istri berangkat ke Cianjur. Ceritanya mudik.  Jalan macet dari arah Kopo Sayati. Tiba di terminal Leuwi Panjang. Masuk bus jurusan Bandung-Sukabumi. Sekira sepuluh menit sudah penuh dan bus berangkat. Harga ongkos  30.000. Biasanya 25.000. Naik 5.000. Wajar dan tidak terlalu berat karena memang jaraknya juga tidak jauh. Tetapi masih kena hukum safar. Tadinya mau berangkat ba’da shalat zhuhur, hanya khawatir penuh dan berebut bus kemudian cuaca yang panas. Maka berangkat pagi dan tiba di rumah mertua jam sebelas.

Setiba di rumah, seperti biasa bersalaman dan tanya kabar. Kemudian istirahat dan menunaikan shalat zhuhur kemudian ashar. Tentu kena hukum qashar karena niat tinggal kurang dari sepuluh hari. Hanya dua hari. Jumat sore langsung balik ke Bandung.

Sore jelang maghrib hari sambil menunggu pengumuman sidang isbat, saya bersama istri dan mertua ziarah ke makam keluarga. Kuburan keluarga ternyata terpisah-pisah. Jadi, di setiap makam tidak lama dalam membaca doa dan ayat-ayat Al-Quran. Kemudian pergi pada sebuah tempat bersama keluarga untuk menanti tibanya “bedug” sebagai tanda ifthar. Saat menanti, saya termenung: mengapa adzan maghrib menjadi tanda buka puasa. Bukankah dalam Al-Quran disebutkan ifthar puasa ketika sudah gelap? Mengapa maghrib yang masih belum masuk gelap? Saya coba tanya istri.

Hanya tersenyum dan bilang: mungkin sudah tradisi. Saya manggut-manggut.

Selepas buka puasa bersama keluarga kemudian shalat di masjid. Kemudian balik ke rumah. Langsung menyalakan televisi dan melihat berita sidang isbat. Manteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam konferensi pers menyatakan Idul Fitri jatuh pada hari Jumat, 17 Agustus 2015. Saya bersama keluarga senantiasa mengikuti ketetapan pemerintah dalam memulai puasa ramadhan dan idul fitri. Saya dapat SMS dari kawan bahwa ada ormas yang menyatakan kurang kuat argumentasi pemerintah RI dalam menetapkan Idul Fitri. Itulah Indonesia. Umat Islam yang beragam dan mungkin karena merasa lebih tahu. Setiap orang punya pilihan. Tidak bisa dipaksakan. Saya dahulu ketika mengaji fikih, masih melekat dalam benak, bahwa fikih yang berada dalam ranah publik perlu ditetapkan hakim syar’i  (pemerintah) untuk kebersamaan dan ukhuwah Islamiyyah. Itulah sebabnya saya mengikuti pemerintah untuk 1 ramadhan dan 1 syawal.

Jumat pagi mengikuti shalat idul fitri. Banyak dan sampai keluar dari masjid. Sayang sekali ceramahnya terlalu lama dan pembahasannya sangat normatif mengisahkan hadis tentang yang lulus puasa. Sudah sering disampaikan setiap kali mendengarkan ceramah sebelum  shalat tarawih. Jadi, mengulang-ulang. Meski beda tempat, temanya tetap tidak berbeda. Kemudian di luar masjid orang-orang malah rebut dengan ngobrol. Tibalah bersalaman. Mengantri dan berkeliling satu sama lain saling mengucapkan hapunten lahir batin. Padahal, di antara orang yang saya salami tidak saling kenal dan baru saja bertemu. Mungkin sudah tradisi sehingga tetap mengalir kalimat tersebut dari bibir orang-orang, termasuk saya.

Kemudian berangkat bersama keluarga mengunjungi saudara-saudara. Di antara yang dikunjungi ada yang sedang sakit. Dahulu ketika lebaran sehat dan bugar. Menjelang siang, saya bersama keluarga yang lelaki ke masjid untuk shalat Jumat. Ketika di Bandung, saat lebaran jatuh pada hari Jumat, seorang ustadz mengatakan boleh untuk tidak shalat jumat diganti dengan shalat zhuhur. Tetapi karena ini bersama keluarga, saya ikut mayoritas. Jumatan di masjid yang cukup besar. Saat tiba waktunya, khatib berdiri dan seorang muadzin berdiri membaca shalawat dan doa. Menyerahkan tongkat kepada khatib yang kemudian duduk. Mengalunlah adzan oleh sang muadzin.

Selepas adzan, tidak langsung duduk, tetapi membacakan hadis Abu Hurairah tentang tidak boleh bicara dalam saat khatib menyampaikan khutbah. Khatib membaca naskah. Mengalun indah dan melafalkan ayat Al-Quran. Kemudian istighfar dan duduk. Mengalun shalawat di antara jamaah. Berdiri lagi khatib membacakan naskah khutbah kemudian diakhiri dengan doa. Lalu, shalat jumat dua rakaat. Keponakan saya ketika selesai shalat langsung bilang: jumatannya sebentar dan tidak ada uraian ceramah. Saya tersenyum  dan bilang kepadanya: khatib pakai bahasa Arab dan mengutip ayat Al-Quran. Dan memang demikian di daerah-daerah. Masih kuat dengan tradisi terdahulu bahwa khutbah tidak boleh menggunakan bahasa yang dimengerti umat karena Nabi Muhammad saw juga menggunakan bahasa Arab. Juga demikian di Garut ketika jumatan. Sebentar dan tidak mengerti isi dari yang disampaikan oleh khatib. Berbeda dengan di kota-kota besar seperti Bandung. Itulah keragaman dan tidak perlu dipermasalahkan. Biarkan mengalir dengan arusnya sendiri.

Sore hari langsung meluncur ke Bandung. Lenglang dan tidak macet. Demikian yang terlihat saat melewati jalan menuju rumah. Geunah jigana mun Bandung sapertos keur usum lebaran. Punten ngan sakitu tiasa didugikeun. Hatur nuhun. Cag…

Pos Terkait

Teologi Tulang Rusuk
6 Etika Silaturrahim
Dari Bandung untuk Dunia
Saatnya Kenali Serba-serbi Publikasi Ilmiah Mahasiswa
RAMADAN DI TATAR SUNDA (8) : Peringatan Turun Wahyu
RAMADAN DI TATAR SUNDA (7) : Tarawih dan Tadarus
Suatu Hari Bersama Sekelompok Sufi
RAMADAN DI TATAR SUNDA (7) : Pakansi Puasa

Pos Terkait

Selasa, 23 April 2024 - 16:28 WIB

Teologi Tulang Rusuk

Kamis, 18 April 2024 - 07:30 WIB

6 Etika Silaturrahim

Selasa, 9 April 2024 - 13:25 WIB

Mudik ke Cianjur

Senin, 8 April 2024 - 23:04 WIB

Dari Bandung untuk Dunia

Minggu, 7 April 2024 - 13:19 WIB

Saatnya Kenali Serba-serbi Publikasi Ilmiah Mahasiswa

Sabtu, 30 Maret 2024 - 07:30 WIB

RAMADAN DI TATAR SUNDA (8) : Peringatan Turun Wahyu

Senin, 25 Maret 2024 - 09:48 WIB

RAMADAN DI TATAR SUNDA (7) : Tarawih dan Tadarus

Minggu, 24 Maret 2024 - 09:34 WIB

Suatu Hari Bersama Sekelompok Sufi

Pos Terbaru

Nulis

Teologi Tulang Rusuk

Selasa, 23 Apr 2024 - 16:28 WIB