Moeflich Hasbullah, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
SUNANGUNUNGDJATI.COM — Anda tak perlu tertarik dan terpukau oleh kecerdasan otak apalagi memujanya. Kecerdasan otak itu kecerdasan kuno dalam melihat dan mengukur kepintaran manusia. Manusia jaman baheula yang sangat jauh, banyak bukti, dalam banyak hal, sudah sangat cerdas ketimbang manusia zaman sekarang. Banyak peradaban kuno lebih maju dan lebih canggih ketimbang peradaban modern.
Dalam tingkatan kecerdasan, kecerdasan otak (IQ = Intelligent Quotion) itu kecerdasan terendah. diatas IQ ada EQ (Emotional Quotion) atau kecerdasan emosi, kemudian yang tertinggi SQ (Spiritual Quotion) alias kecerdasan spiritual.
Apa ciri-ciri kecerdasan otak? Pandai berpikir, pandai menghitung cepat, pandai mengerjakan rumus-rumus, jago matematika, jago pelajaran eksakta, kuat hafalan, pandai menulis, pandai meciptakan teknologi dll. Gelar formalnya insinyur, doktor, profesor dll. Kualitas hidupnya? Tak ada hubungannya dengan IQ.
Kualitas hidup itu ada pada kesadaran. Banyak orang yang kecerdasan otaknya hebat tapi kualitas hidupnya rendah: sombong, angkuh, merasa pinter sendiri, merendahkan orang lain, mudah stres, emosi tidak stabil, mental rapuh, asosial, mudah marah, tidak dewasa, tidak bijaksana, tak disukai orang dan akhirnya tak punya sahabat-sahabat dekat sebagai wadah bercengkrama dan menikmati kehidupan dll.
Saat merumuskan kecerdasan yang lebih tinggi dari kecerdasan IQ, Daniel Goleman dkk mempertanyakan: kalau orang IQ-nya cerdas tapi hidupnya banyak masalah, tak disukai orang, pekerjaannya tak sesuai harapannya, posisi sosialnya tak seimbang dengan kecerdasan otaknya, tak bahagia, mudah stres, lalu buat apa kecerdasan IQ? Kecerdasan IQ atau otak terbukti tak memuaskan manusia, tak membahagiakan dan tak menjamin hidup manusia lebih baik. Goleman kemudian merumuskan kecerdasan emosional atau emotional quotion (EQ) yang lebih penting bagi manusia. Kecerdasan emosi lebih membahagiakan manusia ketimbang kecerdasan otak.
Apa ciri kecerdasan emosi? Otaknya tak cemerlang amat, tak terlalu menguasai pelajaran2 formal di sekolah atau matakuliah2 di kampus, tapi pandai bergaul, sikapnya menyenangkan, banyak disukai orang, tahu diri, tidak ambisius, tak banyak tuntutan, rendah hati, pandai menghargai orang, orang merasa nyaman berada didekatnya, emosinya stabil, sikapnya dewasa dll.
Menurut Goleman, orang-orang seperti itu ternyata banyak terbukti lebih sukses hidupnya, lebih menenangkan serta lebih membahagiakan. “Itulah pentingnya kecerdasan emosi,” kata Goleman. Pelatihan EQ pun merebak sejak tahun 1990-an, pendidikan harus lebih menekankan EQ ketimbang IQ. Pendidikan yang masih membanggakan kecerdasan IQ adalah pendidikan yang ketinggalan.
Oleh penemuan terakhir, EQ pun masih kurang lengkap dan belum sempurna. Yang paling tinggi atau puncaknya adalah Spiritual Quotion (SQ) alias kecerdasan spiritual. Apa ciri-cirinya? Pandai dan terampil memaknai kehidupan, pandai bersyukur, mudah empati, hatinya bersih dan mudah tersentuh oleh kebaikan dan kemuliaan, pandai menemukan hikmah, dan pandai melihat celah-celah rahasia ilmu dari setiap peristiwa yang dilaluinya dan masalah-masalah kehidupan yang dirasakannya, yang menyenangan atau menyedihkan.
Tapi lagi-lagi, kepandaiannya bukan di otak, bukan di deskripsi-despripsi, bukan di penjelasan-penjelasan. Itu masih di wilayah IQ. Yang pandai berkata-kata, berceramah, menulis dan menjelaskan spiritualitas tapi sebenarnya tidak memiliki SQ bahkan EQ, itu banyak, karenanya penjelasannya bisa tidak menarik, garing, tak menyentuh dan tak berpengaruh. Menjelasakan EQ dan SQ harus dengan penjiwaan, penghayatan dan pengalaman diri.
Orang yg punya kecerdasan SQ, pandai memberikan dan menemukan aspek spiritual atau hikmah dari semua peristiwa yang dialaminya, bersikap realistis, sehingga hidupnya tenang, damai, optimis dan bahagia. Ia tahu benar dan salah menurut agama dan menjalankannya.
Bukti-bukti SQ lebih di kesadaran diri, di sikap hidup yang kemudian sangat dirasakan oleh orang-orang yang berada dekat dengan dirinya. Selain dirinya, orang-orang yang dekat dengannya pun merasakan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan itu karena sikapnya dan yang keluar dari mulutnya selalu kalimat-kalimat kesadaran dan kesadaran, penyadaran tentang makna dan tujuan hidup, penyadaran tentang diri, tentang sikap posiitif dan kedekatan dengan Tuhannya.
Pada orang-orang seperti ini yang ditemukannya selalu adalah ketenangan hidup karena jiwanya yang stabil (muthma-innah) dan kedamaian hidup karena mampu mengatasi segala masalah hidupnya dengan kesadarannya dan kebahagiaan karena hidupnya selalu berusaha baik menurut etika dan benar menurut agama.
Kecerdasan otak atau kepintaran itu tidak cukup. Perlu dilengkapi dengan kecerdasan emosi agar lebih matang, dibimbing oleh kecerdasan spiritual biar lebih lengkap. Itulah kecerdasan lengkap alias kecerdasan masagi. Yang memiliki kecerdasan EQ saja sudah beruntung apalagi dengan EQ nya apalagi sampai SQ. Berbahagialah mereka yang rada lengkap memilikinya.[]