Bangkrutnya Era Politik Konvensional?

- Editorial Team

Minggu, 5 Februari 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SUNANGUNUNGDJATI.COM

Moeflich Hasbullah Dosen Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung 

Peta politik menjelang Pilpres 2024 akan menunjukkan wajah yang berbeda dari yang sebelumnya bahkan hampir tanpa preseden dalam sejarah politik Indonesia.

Sosok capres independen alias non partai, Anis Baswedan, yang sebelumnya banyak dipesimiskan karena tak berpartai, selain kini didukung partai-partai besar (Nasdem, Demokrat, PKS) yang sudah melewati rintangan berat treshold 20%, kini juga didukung tim-tim relawan dari koalisi KIB kuning, hijau, biru (Golkar, PPP, PAN). Artinya, itu akan menjadi dukungan resmi 3 partai besar tambahan itu.

Kehendak perubahan era capres Prabowo pada Pilpres 2019 nampaknya belum menemukan momentumnya. Momentum itu nampaknya sekarang, saat Indonesia banyak dirasakan semakin dikuasai oligarki. Bila hegemoni oligarki mendorong penyatuan suara partai-partai, artinya ini blessing in disguise alias dampak tak terduga dari menguatnya oligarki secara terang-terangan.

Ini bisa mengugurkan stigma bahwa partai-partai politik ternyata tidak melulu pragmatis oportunis seperti dilihat banyak kalangan. Nampaknya mereka masih punya hati, apalagi alasan dukungan susulan Golkar-PPP-PAN katanya karena desakan suara-suara kader di bawah. Perhitungan pragmatisnya tentu tetap ada yaitu bila koalisi Nasdem-Demokrat-PKS menang, maka Golkar-PPP-PAN akan jadi partai gurem tak akan mengambil bagian pada praktek politik 2024-2029

Peta politik Indonesia ke depan akan semakin menarik. Bila 6 partai benar-benar bergabung, ini berarti lonceng kematian PDIP, yang memusuhi AB, dirasakan memusuhi Islam dan seiring dengan oligarki.

Gabungan 6 partai juga jadi mirip era Orde Baru yaitu single majority Golkar-nya Soeharto. Bedanya, single majority Golkar-nya Soeharto adalah satu partai dan rekayasa istana, sekarang gabungan partai-partai dan suara dari bawah.

Politik memang selalu tak terduga dan ini yang menarik. Bacaan politik yang kaku, yang hanya berdasar hitungan-hitungan politik konvensional, melulu analisis pragmatisme politik tidak selalu berlaku. Dan sekarang nampaknya eranya hitungan politik konvensional itu tak lagi laku.***

Pos Terkait

Bambang Qomaruzzaman : Pemilu harus Diniatkan seperti Shalat
Doa dan Perubahan Sosial
Jelang Pemilu, Simak Baik-baik Ya Pesan Sunan Gunung Jati
Arah Pembangunan Indonesia
Tak Ada Yang Mencintai Indonesia
Wujudkan Demokrasi yang Bersih, Hadirkan Kampung Anti-Politik Uang
Politik ‘Sekularisme’ Maladewa?
Pengunduran Pemilu & Pilkada

Pos Terkait

Jumat, 9 Februari 2024 - 23:58 WIB

Bambang Qomaruzzaman : Pemilu harus Diniatkan seperti Shalat

Senin, 5 Februari 2024 - 12:40 WIB

Doa dan Perubahan Sosial

Kamis, 25 Januari 2024 - 11:08 WIB

Jelang Pemilu, Simak Baik-baik Ya Pesan Sunan Gunung Jati

Rabu, 9 Agustus 2023 - 08:30 WIB

Arah Pembangunan Indonesia

Minggu, 5 Februari 2023 - 21:42 WIB

Bangkrutnya Era Politik Konvensional?

Sabtu, 21 Januari 2023 - 12:34 WIB

Tak Ada Yang Mencintai Indonesia

Senin, 26 Desember 2022 - 23:58 WIB

Wujudkan Demokrasi yang Bersih, Hadirkan Kampung Anti-Politik Uang

Senin, 21 Maret 2022 - 16:17 WIB

Politik ‘Sekularisme’ Maladewa?

Pos Terbaru

Reliji

Nuzulul Quran, Saatnya Introspeksi Diri

Jumat, 29 Mar 2024 - 07:30 WIB

Nulis

RAMADAN DI TATAR SUNDA (7) : Tarawih dan Tadarus

Senin, 25 Mar 2024 - 09:48 WIB