Menu

Mode Gelap

Sospol · 5 Feb 2023 ·

Bangkrutnya Era Politik Konvensional?


 Bangkrutnya Era Politik Konvensional? Perbesar

SUNANGUNUNGDJATI.COM

Moeflich Hasbullah Dosen Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung 

Peta politik menjelang Pilpres 2024 akan menunjukkan wajah yang berbeda dari yang sebelumnya bahkan hampir tanpa preseden dalam sejarah politik Indonesia.

Sosok capres independen alias non partai, Anis Baswedan, yang sebelumnya banyak dipesimiskan karena tak berpartai, selain kini didukung partai-partai besar (Nasdem, Demokrat, PKS) yang sudah melewati rintangan berat treshold 20%, kini juga didukung tim-tim relawan dari koalisi KIB kuning, hijau, biru (Golkar, PPP, PAN). Artinya, itu akan menjadi dukungan resmi 3 partai besar tambahan itu.

Kehendak perubahan era capres Prabowo pada Pilpres 2019 nampaknya belum menemukan momentumnya. Momentum itu nampaknya sekarang, saat Indonesia banyak dirasakan semakin dikuasai oligarki. Bila hegemoni oligarki mendorong penyatuan suara partai-partai, artinya ini blessing in disguise alias dampak tak terduga dari menguatnya oligarki secara terang-terangan.

Ini bisa mengugurkan stigma bahwa partai-partai politik ternyata tidak melulu pragmatis oportunis seperti dilihat banyak kalangan. Nampaknya mereka masih punya hati, apalagi alasan dukungan susulan Golkar-PPP-PAN katanya karena desakan suara-suara kader di bawah. Perhitungan pragmatisnya tentu tetap ada yaitu bila koalisi Nasdem-Demokrat-PKS menang, maka Golkar-PPP-PAN akan jadi partai gurem tak akan mengambil bagian pada praktek politik 2024-2029

Peta politik Indonesia ke depan akan semakin menarik. Bila 6 partai benar-benar bergabung, ini berarti lonceng kematian PDIP, yang memusuhi AB, dirasakan memusuhi Islam dan seiring dengan oligarki.

Gabungan 6 partai juga jadi mirip era Orde Baru yaitu single majority Golkar-nya Soeharto. Bedanya, single majority Golkar-nya Soeharto adalah satu partai dan rekayasa istana, sekarang gabungan partai-partai dan suara dari bawah.

Politik memang selalu tak terduga dan ini yang menarik. Bacaan politik yang kaku, yang hanya berdasar hitungan-hitungan politik konvensional, melulu analisis pragmatisme politik tidak selalu berlaku. Dan sekarang nampaknya eranya hitungan politik konvensional itu tak lagi laku.***

Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Editorial Team

Baca Lainnya

Tak Ada Yang Mencintai Indonesia

21 Januari 2023 - 12:34

Wujudkan Demokrasi yang Bersih, Hadirkan Kampung Anti-Politik Uang

26 Desember 2022 - 23:58

Politik ‘Sekularisme’ Maladewa?

21 Maret 2022 - 16:17

Pengunduran Pemilu & Pilkada

10 Maret 2022 - 10:41

Politisi “Al-Fatihah”

8 Maret 2022 - 10:00

Kang Emil: Konten Politik Bisa Jangkau Generasi Milenial

10 Februari 2022 - 09:53

Trending di Sospol