Moeflich Hasbullah Dosen Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
SUNANGUNUNGDJATI.COM
Ada feodalisme di media sosial? Ada! Bukankah justru media sosial itu menghilangkan kultur feodal? Feodalisme belum pupus di era modern di Indonesia.
Sikap mental feodal tanpa sadar sering ditunjukkan. Sikap mental feodal adalah penghormatan bukan pada tempatnya atau yang merendahkan kemanusiaan yaitu hormat pada orang lain karena gelar, pangkat, jabatan dan kekayaannya, bukan ilmu dan integritasnya. Itulah feodalisme.
Orangnya feodal, pikirannya feodalisme. Mentalitas feodal adalah pembentuk sikap mental rendah diri, penghambat keterbukaan, kejujuran dan kesetaraan manusia.
Apa ciri-ciri sikap atau kultur feodal di media sosial? Ini pertanyaan menarik!! Kita sebutkan dua saja.
Pertama, dulunya teman dekat, sobat, seusia, teman kost, teman kuliah dan seperjuangan, karena beda nasib duniawi, teman kita jadi pejabat atau jadi profesor. Lalu, sikap kita lain, berubah, jadi beda, bertemu langsung atau komentar di medsos.
Jabatan dan gelarnya jadi penghormatan dan sebutan kita. “Apakah kabar Pak Dekan?” “Setuju Pak Dirjen,” “Mantap Prof!” Salah? Ini bukan persoalan norma salah benar tapi kultur. Maka jawabannya tidak salah, tapi kita seorang feodal.
Kita tak bermental feodal bila hubungan kemanusiaannya terjaga, tak berubah. Hubungannya emosional, persahabatan jiwa, bukan asesoris. Dia tetap sahabat dan kawan. Manggilnya nama atau sebutan akrab kang, mas, sobat, broo dll.
Bila teman sang pejabat dan profesor itu, tak merasa dihormati dan tak dihargai karena jabatan dan gelarnya tak disebut, artinya itu sama-sama feodal alias perkawanan feodal. Muslim feodal adalah Muslim yang buruk, rendah.
Kedua, seorang pejabat atau profesor yang jarang aktif menulis status, tapi ketika muncul statusnya, ramai komentar, puluhan bahkan ratusan, yang si pejabat atau sang prof itu tak membalas satu pun komentar, membalas pun paling satu dua, yang lain diabaikan. Banyaknya komentar pada status yang tak komunikatif itu, bawah sadar, menunjukkan sikap feodal bila motif komentarnya karena dia pejabat atau karena gelar.
Bila sang pejabat atau profesor itu malas berkomentar balik, tak tertarik karena dianggap tak penting, artinya itu sama-sama feodal. Yang satu menggelar hormat palsu, yang satu lagi EGP. Jangan berharap kita punya harga diri atau Islam bermartabat bila sikap mental pemeluknya masih memelihara dan mempertahankan kultur feodal.
Islam mengajarkan umatnya untuk takzim atau hormat pada seseorang hanya karena ilmu dan integritasnya bukan asesorisnya, kekayaan, pangkat dan jabatannya. Wah saya berat nih untuk tak hormat pada gelar dan jabatan seseorang.
Gak apa-apa, jangan dipaksakan, mengubah sikap mental memang tidak mudah, perlu latihan. Kesadaran memang mahal!! 😊☕🚬🚬